
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tengah menghadapi tekanan akibat sentimen global dan aksi ambil untung investor. Namun, di balik pelemahan indeks, terdapat peluang emas bagi investor cerdas yang mampu membaca momentum.
Sejumlah saham justru mulai menunjukkan valuasi menarik di tengah koreksi pasar. Para analis menilai, saat IHSG melemah, inilah waktu yang tepat untuk akumulasi saham-saham berfundamental kuat dengan prospek pertumbuhan jangka panjang.
Kondisi Pasar Saham Terkini
Pada perdagangan pekan pertama Oktober 2025, IHSG sempat melemah hingga 2,3% dan ditutup di kisaran 6.930 poin.
Pelemahan tersebut disebabkan oleh kombinasi faktor eksternal dan domestik. Kenaikan yield obligasi AS, kekhawatiran perlambatan ekonomi global, serta aksi jual asing membuat tekanan semakin besar.
Namun, di sisi lain, sentimen domestik masih cukup positif. Inflasi terjaga di level 2,8%, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap solid di kisaran 5,2%.
“Koreksi IHSG saat ini lebih disebabkan oleh faktor teknikal, bukan perubahan fundamental ekonomi,” ujar analis Mirae Asset Sekuritas, Christine Tan.
Momentum Akumulasi bagi Investor
Analis menilai kondisi pasar yang sedang terkoreksi justru menjadi peluang akumulasi saham berkualitas dengan harga diskon.
Dalam sejarah pasar saham Indonesia, setiap koreksi besar biasanya diikuti oleh rebound signifikan dalam beberapa bulan berikutnya.
Investor yang disiplin dan fokus pada saham dengan fundamental kuat berpeluang meraih keuntungan besar saat IHSG kembali menguat.
“Kuncinya adalah memilih sektor yang masih punya prospek pertumbuhan jangka menengah hingga panjang,” tambah Christine.
Sektor yang Punya Potensi Rebound
1. Sektor Perbankan dan Keuangan
Sektor ini tetap menjadi pondasi utama IHSG. Saat indeks terkoreksi, saham perbankan besar seperti BBCA, BBRI, dan BMRI biasanya menjadi incaran utama investor institusi.
- BBCA (Bank Central Asia): Likuiditas tinggi, NPL rendah, dan profit konsisten menjadikannya aset defensif terbaik.
- BBRI (Bank Rakyat Indonesia): Fokus pada pembiayaan UMKM membuatnya tahan terhadap fluktuasi ekonomi global.
- BMRI (Bank Mandiri): Didukung pertumbuhan kredit korporasi dan digital banking yang agresif.
Sektor perbankan diperkirakan akan rebound lebih cepat karena tetap mencatat kinerja solid dan rasio keuangan sehat.
2. Sektor Komoditas dan Energi
Meski harga komoditas global cenderung fluktuatif, sektor ini masih menarik dalam jangka menengah.
Saham seperti ADRO (Adaro Energy), MDKA (Merdeka Copper Gold), dan INCO (Vale Indonesia) dinilai memiliki potensi besar di tengah dorongan transisi energi dan hilirisasi tambang.
“Kebijakan pemerintah yang mendukung hilirisasi mineral akan menjaga margin keuntungan emiten di sektor ini,” kata analis BNI Sekuritas, Wisnu Prabowo.
Khusus MDKA dan INCO, peluang jangka panjang semakin kuat karena meningkatnya permintaan nikel dan tembaga untuk industri kendaraan listrik.
3. Sektor Telekomunikasi dan Digital
Sektor ini menjadi pilihan defensif lain karena permintaan data terus meningkat meski ekonomi melambat.
Saham seperti TLKM (Telkom Indonesia) dan ISAT (Indosat Ooredoo Hutchison) berpotensi rebound berkat ekspansi jaringan 5G dan peningkatan layanan digital.
- TLKM: Memiliki fundamental kokoh dengan arus kas kuat dan bisnis data center yang berkembang.
- ISAT: Terus mencatat pertumbuhan pendapatan dari segmen korporat dan jaringan broadband.
Keduanya cocok untuk investor jangka panjang yang mencari dividen stabil sekaligus potensi capital gain.
4. Sektor Konsumer dan Ritel
Dengan inflasi terkendali dan daya beli masyarakat tetap kuat, sektor konsumsi berpotensi menjadi motor penggerak IHSG.
Saham seperti ICBP (Indofood CBP), UNVR (Unilever Indonesia), dan MYOR (Mayora Indah) memiliki prospek pertumbuhan yang stabil.
Sektor ini termasuk defensif, karena permintaan produk kebutuhan sehari-hari tetap tinggi meski ekonomi melambat.
Investor jangka panjang dapat memanfaatkan momentum koreksi untuk membeli di harga bawah, terutama menjelang musim laporan keuangan akhir tahun.
5. Sektor Infrastruktur dan Transportasi
Pemerintah terus mendorong pembangunan infrastruktur, termasuk proyek IKN (Ibu Kota Nusantara) dan jaringan transportasi nasional.
Saham seperti WSKT (Waskita Karya), ADHI (Adhi Karya), dan PTPP (Pembangunan Perumahan) berpeluang pulih seiring percepatan proyek pemerintah.
Di sisi lain, sektor transportasi seperti GIAA (Garuda Indonesia) dan ASSA (Adi Sarana Armada) juga menunjukkan potensi positif seiring meningkatnya mobilitas masyarakat.
“Sektor infrastruktur akan menjadi pendorong utama ekonomi daerah dan menarik minat investor jangka panjang,” ujar Wisnu.
Strategi Investasi di Tengah Tekanan IHSG
Analis menyarankan agar investor tidak panik menghadapi volatilitas pasar. Alih-alih menjual aset, kondisi seperti ini bisa menjadi waktu tepat untuk rebalancing portofolio.
Berikut strategi yang direkomendasikan:
- Fokus pada saham berfundamental kuat dengan kinerja keuangan positif dan dividen konsisten.
- Diversifikasi lintas sektor agar risiko lebih terkontrol.
- Gunakan strategi bertahap (average down) untuk memperoleh harga rata-rata yang optimal.
- Perhatikan rasio valuasi seperti PER dan PBV agar pembelian lebih rasional.
Dengan pendekatan ini, investor dapat memanfaatkan momentum koreksi menjadi peluang akumulasi jangka panjang.
Sentimen yang Bisa Mendorong Rebound IHSG
Beberapa faktor berpotensi mendorong IHSG kembali menguat dalam waktu dekat:
- Stabilitas nilai tukar rupiah di bawah Rp15.800 per dolar AS.
- Laporan keuangan kuartal III 2025 yang diperkirakan masih solid.
- Arus dana asing kembali masuk seiring ekspektasi penurunan suku bunga global.
- Kebijakan pemerintah yang pro-pertumbuhan, terutama di sektor hilirisasi dan energi hijau.
Jika faktor-faktor tersebut terealisasi, IHSG berpeluang kembali menembus level 7.200 hingga akhir tahun.
Risiko yang Tetap Perlu Diwaspadai
Meski peluang terbuka, investor perlu tetap waspada terhadap beberapa risiko yang bisa menahan kenaikan IHSG:
- Ketidakpastian global, terutama dari kebijakan suku bunga AS dan Eropa.
- Fluktuasi harga komoditas, yang dapat memengaruhi kinerja emiten sektor energi dan tambang.
- Kenaikan inflasi global, yang dapat memicu pengalihan dana ke aset berisiko rendah.
“Volatilitas pasar adalah bagian dari dinamika investasi. Yang penting, investor harus disiplin dan fokus pada jangka panjang,” kata Christine.
Analisis: Peluang Emas di Tengah Koreksi
Kondisi IHSG saat ini menggambarkan fase konsolidasi yang sehat. Setelah kenaikan kuat dalam dua tahun terakhir, koreksi wajar terjadi sebelum pasar kembali menguat.
Investor yang memanfaatkan fase ini untuk membeli saham unggulan justru memiliki peluang lebih besar menikmati keuntungan signifikan saat rebound.
Sektor perbankan, energi, telekomunikasi, dan konsumsi diperkirakan akan menjadi pemimpin kenaikan berikutnya ketika kondisi makroekonomi membaik.
Kesimpulan
Koreksi IHSG bukan akhir dari tren positif pasar saham, melainkan peluang emas bagi investor jangka panjang.
Saham-saham berfundamental kuat dari sektor perbankan, energi, telekomunikasi, konsumsi, dan infrastruktur tetap menjanjikan potensi pertumbuhan.
Dengan strategi investasi yang disiplin dan riset mendalam, investor dapat memanfaatkan tekanan pasar menjadi langkah awal menuju keuntungan yang berlipat.
Dalam dunia investasi, mereka yang berani membeli saat pasar turun sering kali menjadi pemenang saat pasar pulih.