
Sampah masih menjadi masalah besar di Indonesia. Setiap hari, jutaan ton sampah menumpuk di tempat pembuangan akhir. Kondisi ini menimbulkan pencemaran udara, air, dan tanah. Selain itu, tumpukan sampah menghasilkan gas metana yang memperparah perubahan iklim.
Untuk mengatasinya, pemerintah meluncurkan proyek konversi sampah menjadi listrik atau Waste to Energy (WtE). Program ini menargetkan tujuh kota utama di Indonesia.
Seluruh fasilitas pengolahan akan mulai beroperasi pada tahun 2026. Dengan proyek ini, sampah diharapkan bisa berubah menjadi sumber energi bersih yang bermanfaat bagi masyarakat.
Latar Belakang Program
Indonesia menghasilkan lebih dari 30 juta ton sampah setiap tahun. Sebagian besar masih berakhir di TPA tanpa proses daur ulang. Akibatnya, lahan cepat penuh dan lingkungan semakin tercemar.
Melalui program WtE, pemerintah ingin mencapai dua tujuan. Pertama, mengurangi beban sampah di kota besar. Kedua, meningkatkan porsi energi terbarukan dalam sistem nasional.
Program ini melibatkan kerja sama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sektor swasta. Teknologi yang akan digunakan mencakup insinerasi, gasifikasi, dan RDF (Refuse-Derived Fuel).
Setiap fasilitas dirancang mampu mengolah hingga 1.000 ton sampah per hari dan menghasilkan listrik sekitar 10 megawatt (MW).
Jika proyek ini berhasil, Indonesia tidak hanya mengatasi masalah sampah. Negara juga dapat memperkuat ketahanan energi dan mendorong ekonomi sirkular yang ramah lingkungan.
Tujuh Kota Pelaksana Proyek 2026
Berikut tujuh kota yang akan menjadi pelopor konversi sampah menjadi listrik pada tahun 2026:
1. Jakarta
Jakarta menjadi kota dengan produksi sampah terbesar di Indonesia. Setiap hari, ribuan ton sampah dikirim ke TPA Bantar Gebang. Melalui proyek ini, pemerintah berupaya mengubah sebagian besar sampah tersebut menjadi energi listrik.
Fasilitas WtE akan dibangun di beberapa titik strategis agar proses pengumpulan dan pengolahan sampah lebih efisien.
2. Tangerang
Kota Tangerang termasuk wilayah padat penduduk dan kawasan industri. Volume sampah di kota ini terus meningkat setiap tahun.
Proyek WtE di Tangerang diharapkan dapat mengurangi beban TPA serta menyediakan pasokan listrik ramah lingkungan bagi masyarakat sekitar.
Dengan demikian, kota ini bisa menjadi contoh penerapan teknologi hijau di wilayah perkotaan.
3. Bandung
Sebagai salah satu kota besar di Jawa Barat, Bandung menghadapi masalah sampah yang cukup serius. Proyek konversi sampah menjadi listrik di Bandung bertujuan mengubah tumpukan limbah menjadi energi yang berguna.
Selain itu, Bandung ingin memperkuat citra sebagai kota kreatif yang peduli lingkungan. Dengan penerapan teknologi WtE, kota ini berpeluang menjadi model pengelolaan sampah modern di Indonesia.
4. Yogyakarta
Yogyakarta dikenal sebagai kota budaya dan wisata. Namun, meningkatnya jumlah wisatawan juga memperbanyak produksi sampah.
Proyek WtE akan membantu menjaga kebersihan kota dan melindungi citra pariwisata Yogyakarta. Pemerintah daerah telah menyiapkan sistem pemilahan sampah dan lokasi pengolahan yang ramah lingkungan.
Dengan langkah ini, Yogyakarta ingin membuktikan bahwa pariwisata dan keberlanjutan bisa berjalan seiring.
5. Semarang
Sebagai ibu kota Jawa Tengah, Semarang menjadi pusat industri dan perdagangan. Volume sampah di kota ini mencapai ribuan ton per hari.
Fasilitas konversi sampah menjadi listrik akan dibangun untuk mengurangi ketergantungan pada TPA dan mengubah limbah menjadi energi panas serta listrik.
Langkah ini juga mendukung visi Semarang sebagai kota tangguh dan berkelanjutan.
6. Surabaya
Surabaya dikenal memiliki sistem pengelolaan sampah yang cukup baik. Proyek Waste to Energy di kota ini akan memperkuat sistem tersebut.
Dengan kapasitas besar, fasilitas baru mampu mengolah lebih dari 1.800 ton sampah per hari. Selain menghasilkan listrik, sebagian energi panasnya akan dimanfaatkan untuk industri.
Surabaya berharap menjadi kota percontohan nasional dalam pengelolaan sampah modern.
7. Denpasar
Denpasar dan wilayah sekitarnya di Bali menjadi fokus terakhir proyek tahap pertama. Sebagai destinasi wisata dunia, kebersihan lingkungan menjadi prioritas utama.
Proyek konversi sampah menjadi listrik akan membantu menjaga keindahan Bali dan memperkuat citra pulau ini sebagai pariwisata hijau.
Sampah rumah tangga dan pariwisata akan diubah menjadi energi listrik yang dapat digunakan masyarakat setempat.
Pelaksanaan dan Pembiayaan Proyek
Pemerintah melaksanakan proyek ini melalui kerja sama dengan pihak swasta. Pemerintah daerah menyediakan lahan dan sistem pengumpulan sampah.
Sementara itu, investor bertanggung jawab membangun fasilitas dan memasok teknologi. Setelah beroperasi, listrik yang dihasilkan akan dijual ke jaringan nasional.
Pemerintah juga menetapkan tarif khusus untuk energi dari sampah agar proyek ini menarik bagi investor.
Selain listrik, beberapa fasilitas akan menghasilkan produk sampingan seperti abu untuk bahan bangunan dan bahan bakar alternatif.
Dengan begitu, proyek ini tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga memiliki nilai ekonomi tinggi.
Tantangan yang Harus Diatasi
Meskipun menjanjikan, proyek konversi sampah menjadi listrik menghadapi berbagai tantangan:
- Kualitas Sampah
Banyak kota di Indonesia memiliki sampah dengan kadar air tinggi. Hal ini bisa menurunkan efisiensi pembakaran. Solusinya adalah sistem pemilahan sejak dari rumah tangga. - Pendanaan
Nilai investasi proyek ini sangat besar. Pemerintah mendorong kemitraan dengan swasta agar pembiayaan lebih ringan. - Kesadaran Masyarakat
Partisipasi warga menjadi kunci sukses. Tanpa kebiasaan memilah sampah, teknologi canggih pun akan sulit bekerja maksimal. - Standar Lingkungan
Pemerintah harus memastikan seluruh fasilitas memenuhi standar emisi. Pengawasan ketat diperlukan agar proyek tidak menimbulkan polusi baru.
Manfaat Bagi Kota dan Masyarakat
Program konversi sampah menjadi listrik akan membawa banyak manfaat nyata:
- Lingkungan Lebih Bersih – Volume sampah berkurang dan pencemaran bisa ditekan.
- Sumber Energi Baru – Listrik dari sampah membantu memenuhi kebutuhan energi perkotaan.
- Lapangan Kerja Baru – Pembangunan dan pengoperasian fasilitas menciptakan banyak pekerjaan lokal.
- Efisiensi Anggaran – Kota dapat menghemat biaya pengelolaan TPA.
- Citra Positif Kota – Daerah pelaksana proyek akan dikenal sebagai kota hijau dan inovatif.
Kesimpulan
Proyek konversi sampah menjadi listrik merupakan langkah besar Indonesia menuju masa depan yang bersih dan berkelanjutan.
Tujuh kota — Jakarta, Tangerang, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan Denpasar — menjadi pionir perubahan ini.
Dengan dukungan kebijakan nasional, investasi besar, dan partisipasi masyarakat, target operasional tahun 2026 sangat mungkin tercapai.
Jika berhasil, proyek ini tidak hanya menyelesaikan masalah sampah, tetapi juga membuka era baru energi hijau di Indonesia.
Transformasi ini adalah bukti bahwa sampah bukanlah akhir dari siklus konsumsi, melainkan awal dari sumber energi baru yang bermanfaat untuk semua.